Sabtu, 19 November 2011
PASAR TRADISIONAL TERJEPIT
Dikutip dari koran kompas
Banyak Peraturan Untuk Memberantas Ekspansi Ritel Modern
Jakarta, pedagang dan pasar tradisional kian terjepit oleh ekspansi usaha ritel modern. Dalam rentang waktu tahun 2003-2008, pertumbuhan gerai ritel modern saja fantastis, yaitu mencapai 162%.
Bahkan, pertumbuhan gerai minimarket mencapai 254,8%,yakni dari 2058 gerai pada tahun 2003 menjadi 7301 gerai pada tahun 2008. Sedangkan jumlah pasar tradisional dalam kurun waktu 5 tahun tersebut cenderung stagnan.
Pesatnya pertumbuhan ritel modern itu seiring gencarnya penetrasi ritel asing ke indonesia . data Bis Infocus 2008 menyebutkan, jika pada tahun 1970-1990 pemegang ritel asing yang masuk ke indonesia hanya lima, dengan jumlah 275 gerai, tahun 2004 sudah 14 merk ritel asing yang masuk, dengan 500 gerai. Tahun 2008, merk ritel asing yang masuk ke indonesia adalah 18, dengan 532 gerai.
Menurut ketua Aprindo Tutum Rahanta,gencarnya ritel asing masuk ke indonesia karena memang aturan yang ada sangatlah terbuka. Jadi memang mereka tidak melanggar aturan. Aprindo pun tidak bisa berbuat apa-apa, “ujarnya”.
Namun, Direktur hubungan Korporat PT.Carrefour Indonesia Irawan D Kadarman membantah bahwa ritel modern makin ekspansif belakangan ini . menurut dia, pembukaan gerai baru Carrefour justru menurun jumlahnya. Tahun 2006 Carrefour indonesia membuka 9 gerai. Tahun-tahun berikutnya tak sebanyak itu,”katanya”.
Saat ini jumlah gerai yang dibawah manajemen Carrefour Indonesia ada 46 gerai, sementara yang dibawah PT.Alfa Retailindo Tbk berjumlah 33 gerai. Carrefour mengakuisisi Alfa Retailindo.
Keluhan dari kalangan pedagang pasar tradisional atas gencarnya penetrasi ritel modern sudah sering dilontarkan. Di pasar beringharjo, Yogjakarta. Misalnya, hampir semua pedagang dipasar itu mengeluhkan turunnya omzet mereka sejak ritel dan pasar modern berdiri di sepanjang jalan malioboro, yang menjadi lokasi pasar beringharjo.
Data dari Dinas Perindustrian, dan Koperasi Provinsi DI Yogjakarta menyebutkan dalam periode tahun 2002-2006 jumlah pasar modern di DIY tumbuh lebih dari 55%.
Omzet pedagang pasar tradisional rata-rata turun 35% dibandingkan dengan tahun 2006,kata ketua forum silaturahmi peguyuban pasar seluruh kota Yogjakarta Ujun Junaedi.
Hasil kajian APPSI menyebutkan, kehadiran 1 toko ritel waralaba modern membuat setidaknya omzet 14 pedagang merosot, apalagi saat ini banyak pasar dan ritel modern yang didirikan didekat pasar tradisional. Bahkan 1 toko swalayan yang menyediakan berbagai komoditas kebutuhan rumah tangga berdiri tepat dibelakang pasar beringharjo. Pedagang pasar beringharjo sempat berang, tapi tak bisa berbuat apa-apa, kata ujun.
Jumlah penduduk indonesia yangh besar merupakan potensi bagi pasar ritel. Apalagi gaya hidup masyarakat dalam berbelanja mulai beralih dari pasar tradisional ke pasar modern,ujar Tutum. Dengan demikian, mengembangkan pasar ritel modern merupakan peluang bisnis yang menjanjikan.
Dan setiap pebisnis ritel selalu beralih bahwa untuk mengembangkan usaha dibutuhkan dana segar. Ironisnya tidak ada investor lokal yang kuat bersaing dengan investor asing.akibatnya, kepemilikan saham sedikit demi sedikit akan dimiliki oleh para investor asing, kata Tutum.
Oleh karena itu, jika ingin melindungi pedagang ritel tradisional, kuncinya ada pada regulasi pemerintah. Semestinya indonesia menerapakan sistem investasi dengan perencanaan yang matang,seperti di china. Investor asing bukan hanya bermitra dengan pengusaha lokal, tetapi juga menerapkan sistem deposit sebelum rencana bisnis dilakukan,tutur Tutum.
Dengan aturan itu, kalau investor asing berencana akan membuka toko, nilai investasi yang harus di deposit sudah ditentukan terlebih dahulu. Uang deposit itu dapat digunakan sebagai jaminan apabila kebijakan pemerintah yang menyangkut UKM sebagai pemasok pasar modern dilanggar oleh investor asing.
Pentingnya regulasi pemerintah juga disampaikan ketua DPD Aprindo jawa tengah Budi Handojo Soeseno. Regulasi itu tidak hanya untuk menciptakan pesaingan bisnis yang adil, tetapi juga untuk mencegah timbulnya gesekan sosial. Peran pemerintah daerah dalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan mencegah gesekan sosial, menurut Budi sangatlah besar.
Aturan sudah banyak
Sebenarnya peraturan yang mengatur tentang usaha ritel telah cukup banyak. Di tingkat pusat saja ada 10 peraturan yang mengatur tentang usah ritel, mulai dari Keppres no 118 tahun 2000 tentang perubahan dari Keppres no 96 tahun 2000 tentang sektor usaha yang terbuka dan tertutup dengan beberapa syarat untuk investasi asing langsung hingga yang terbaru, yaitu PP no 112/2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat pembelanjaan, dan toko modern dan permendag no 53/2008 tentang pedoman penataan pembinaan pasar tradisional, pusat pembelanjaan, dan toko modern.
Bahkan menurut menteri perdagangan Mari Elka Pangestu, sudah ditetapakn aturan tentang investasi asing di sektor usaha ritel.
Investore asing hanya boleh masuk dilevel hypermarket dan supermarket. Luas lahan diatas 1200m, dibawah itu hanya franchise (waralaba) / waralaba milik orang indonesia. Untuk minimarket, ada aturan jam buka, yaitu pukul 10.00-22.00. sementara orang ke pasar hanya sejak subuh hingga jam 08.00, kata Mari.
Namun kenyataannya aturan jam buka minimarket itu tidak berlaku. Banyak minimarket yang sudah beroperasi sejak pukul 07.00. bahkan, ada sejumlah minimarket yang buka 24 jam dan menjual komoditas segar seperti sayuran dan bahan pangan lainnya.
Peraturan memang sudah cukup banyak, bahkan masih ditambah dengan berbagai peraturan daerah. Kota solo misalnya, saat ini menyiapkan 2 perda tentang pasar tradisional dan perda tentang pasar modern.
Dalam rancangan perda tentang pasar tradisional, misalnya diatur tentang kepemilikan kios masing-masing pedagang tak boleh lebih dari 4 dan persentase antara jumlah kios dan lapak 70% berbanding 30%.
Adapun dalam rancangan perda pasar modern, menurut anggota DPRD kota solo, Swantinawati, diatur antara lain tentang zonasi daerah, jarak pasar modern dengan pasar tradisional. Namun, faktanya pasar tradisional tetap terpojok.
Menurut saya, ini merupakan pr kita semua bukan hanya pemerintah tetapi masyarakat dan pelaku bisnis pun wajib menjalankannya. agar pasar tradisional tetap ada dan tidak terpojok lagi dengan adanya pasar modern.
Dan semua pihak harus mentaati peraturan yang ada, apabila ada yang melanggar akan dikenakan sanksi.
Banyak Peraturan Untuk Memberantas Ekspansi Ritel Modern
Jakarta, pedagang dan pasar tradisional kian terjepit oleh ekspansi usaha ritel modern. Dalam rentang waktu tahun 2003-2008, pertumbuhan gerai ritel modern saja fantastis, yaitu mencapai 162%.
Bahkan, pertumbuhan gerai minimarket mencapai 254,8%,yakni dari 2058 gerai pada tahun 2003 menjadi 7301 gerai pada tahun 2008. Sedangkan jumlah pasar tradisional dalam kurun waktu 5 tahun tersebut cenderung stagnan.
Pesatnya pertumbuhan ritel modern itu seiring gencarnya penetrasi ritel asing ke indonesia . data Bis Infocus 2008 menyebutkan, jika pada tahun 1970-1990 pemegang ritel asing yang masuk ke indonesia hanya lima, dengan jumlah 275 gerai, tahun 2004 sudah 14 merk ritel asing yang masuk, dengan 500 gerai. Tahun 2008, merk ritel asing yang masuk ke indonesia adalah 18, dengan 532 gerai.
Menurut ketua Aprindo Tutum Rahanta,gencarnya ritel asing masuk ke indonesia karena memang aturan yang ada sangatlah terbuka. Jadi memang mereka tidak melanggar aturan. Aprindo pun tidak bisa berbuat apa-apa, “ujarnya”.
Namun, Direktur hubungan Korporat PT.Carrefour Indonesia Irawan D Kadarman membantah bahwa ritel modern makin ekspansif belakangan ini . menurut dia, pembukaan gerai baru Carrefour justru menurun jumlahnya. Tahun 2006 Carrefour indonesia membuka 9 gerai. Tahun-tahun berikutnya tak sebanyak itu,”katanya”.
Saat ini jumlah gerai yang dibawah manajemen Carrefour Indonesia ada 46 gerai, sementara yang dibawah PT.Alfa Retailindo Tbk berjumlah 33 gerai. Carrefour mengakuisisi Alfa Retailindo.
Keluhan dari kalangan pedagang pasar tradisional atas gencarnya penetrasi ritel modern sudah sering dilontarkan. Di pasar beringharjo, Yogjakarta. Misalnya, hampir semua pedagang dipasar itu mengeluhkan turunnya omzet mereka sejak ritel dan pasar modern berdiri di sepanjang jalan malioboro, yang menjadi lokasi pasar beringharjo.
Data dari Dinas Perindustrian, dan Koperasi Provinsi DI Yogjakarta menyebutkan dalam periode tahun 2002-2006 jumlah pasar modern di DIY tumbuh lebih dari 55%.
Omzet pedagang pasar tradisional rata-rata turun 35% dibandingkan dengan tahun 2006,kata ketua forum silaturahmi peguyuban pasar seluruh kota Yogjakarta Ujun Junaedi.
Hasil kajian APPSI menyebutkan, kehadiran 1 toko ritel waralaba modern membuat setidaknya omzet 14 pedagang merosot, apalagi saat ini banyak pasar dan ritel modern yang didirikan didekat pasar tradisional. Bahkan 1 toko swalayan yang menyediakan berbagai komoditas kebutuhan rumah tangga berdiri tepat dibelakang pasar beringharjo. Pedagang pasar beringharjo sempat berang, tapi tak bisa berbuat apa-apa, kata ujun.
Jumlah penduduk indonesia yangh besar merupakan potensi bagi pasar ritel. Apalagi gaya hidup masyarakat dalam berbelanja mulai beralih dari pasar tradisional ke pasar modern,ujar Tutum. Dengan demikian, mengembangkan pasar ritel modern merupakan peluang bisnis yang menjanjikan.
Dan setiap pebisnis ritel selalu beralih bahwa untuk mengembangkan usaha dibutuhkan dana segar. Ironisnya tidak ada investor lokal yang kuat bersaing dengan investor asing.akibatnya, kepemilikan saham sedikit demi sedikit akan dimiliki oleh para investor asing, kata Tutum.
Oleh karena itu, jika ingin melindungi pedagang ritel tradisional, kuncinya ada pada regulasi pemerintah. Semestinya indonesia menerapakan sistem investasi dengan perencanaan yang matang,seperti di china. Investor asing bukan hanya bermitra dengan pengusaha lokal, tetapi juga menerapkan sistem deposit sebelum rencana bisnis dilakukan,tutur Tutum.
Dengan aturan itu, kalau investor asing berencana akan membuka toko, nilai investasi yang harus di deposit sudah ditentukan terlebih dahulu. Uang deposit itu dapat digunakan sebagai jaminan apabila kebijakan pemerintah yang menyangkut UKM sebagai pemasok pasar modern dilanggar oleh investor asing.
Pentingnya regulasi pemerintah juga disampaikan ketua DPD Aprindo jawa tengah Budi Handojo Soeseno. Regulasi itu tidak hanya untuk menciptakan pesaingan bisnis yang adil, tetapi juga untuk mencegah timbulnya gesekan sosial. Peran pemerintah daerah dalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan mencegah gesekan sosial, menurut Budi sangatlah besar.
Aturan sudah banyak
Sebenarnya peraturan yang mengatur tentang usaha ritel telah cukup banyak. Di tingkat pusat saja ada 10 peraturan yang mengatur tentang usah ritel, mulai dari Keppres no 118 tahun 2000 tentang perubahan dari Keppres no 96 tahun 2000 tentang sektor usaha yang terbuka dan tertutup dengan beberapa syarat untuk investasi asing langsung hingga yang terbaru, yaitu PP no 112/2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat pembelanjaan, dan toko modern dan permendag no 53/2008 tentang pedoman penataan pembinaan pasar tradisional, pusat pembelanjaan, dan toko modern.
Bahkan menurut menteri perdagangan Mari Elka Pangestu, sudah ditetapakn aturan tentang investasi asing di sektor usaha ritel.
Investore asing hanya boleh masuk dilevel hypermarket dan supermarket. Luas lahan diatas 1200m, dibawah itu hanya franchise (waralaba) / waralaba milik orang indonesia. Untuk minimarket, ada aturan jam buka, yaitu pukul 10.00-22.00. sementara orang ke pasar hanya sejak subuh hingga jam 08.00, kata Mari.
Namun kenyataannya aturan jam buka minimarket itu tidak berlaku. Banyak minimarket yang sudah beroperasi sejak pukul 07.00. bahkan, ada sejumlah minimarket yang buka 24 jam dan menjual komoditas segar seperti sayuran dan bahan pangan lainnya.
Peraturan memang sudah cukup banyak, bahkan masih ditambah dengan berbagai peraturan daerah. Kota solo misalnya, saat ini menyiapkan 2 perda tentang pasar tradisional dan perda tentang pasar modern.
Dalam rancangan perda tentang pasar tradisional, misalnya diatur tentang kepemilikan kios masing-masing pedagang tak boleh lebih dari 4 dan persentase antara jumlah kios dan lapak 70% berbanding 30%.
Adapun dalam rancangan perda pasar modern, menurut anggota DPRD kota solo, Swantinawati, diatur antara lain tentang zonasi daerah, jarak pasar modern dengan pasar tradisional. Namun, faktanya pasar tradisional tetap terpojok.
Menurut saya, ini merupakan pr kita semua bukan hanya pemerintah tetapi masyarakat dan pelaku bisnis pun wajib menjalankannya. agar pasar tradisional tetap ada dan tidak terpojok lagi dengan adanya pasar modern.
Dan semua pihak harus mentaati peraturan yang ada, apabila ada yang melanggar akan dikenakan sanksi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar