Jumat, 15 Februari 2013
PENENTUAN KOS VARIABEL
Manajemen puncak terdiri dan orang-orang yang bertugas mengambil keputusan, memberikan perintah, membentuk kebijaksanaan, dan mengarahkan agar semua orang mendukung kebijaksanaan perusahaan. Secara keseluruhan fungsi manajemen meliputi fungsi perencanaan pengorganisasian dan pengendalian. Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Fungsi-fungsi tersebut dibentuk mengingat dalam suatu perusahaan akan terlibat orang-orang yang mendukung berjalannya suatu organisasi masing-masing mempunyai peranan yang berbeda dan kesemuanya terlibat aktivitas kerja dalam mencapai satu tujuan bersama (yang disepakati). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukannya adanya satu komando agar pelaksanaan tugas dapat terkoordinir. Satu komando ini diperlukan untuk mengarahkan berbagai pihak yang terlibat dalam suatu jalinan kerjasama sehingga tujuan bersama dapat dicapai dengan efisien.
Mengingat masing-masing pihak mempunyai peranan yang berbeda dan sekaligus menciptakan kerjasama, maka perlu ditetapkan batas-batas yang jelas agar aktivitas kerja masing-masing pihak tidak saling tumpang tindih. Oleh karena itu masing-masing fungsi dalam "organisasi harus ditetapkan sampai sejauh mana wewenang seseorang dalam fungsi dan jabatan yang terlekat pada dirinya (authority). Di samping itu harus ditetapkan pula tanggung jawab (responbility) dan tingkat pertanggungjawaban (accountability) dalam tugas dan jabatannya tersebut.
Dalam rangka pengendalian operasi perusahaan manajemen ingin memperoleh umpan balik (feedback) sampai sejauh mana wewenang yang telah didelegasikan kepada bawahan telah digunakan dengan sebaik-baiknya. Umpan balik ini berupa informasi yang dapatmemberikan gambaran pelaksanaan tugas para bawahan yang meliputi seberapakah target operasi telah terpenuhi dan sejauh mana operasi tersebut telah menyerap dana perusahaan. Hal ini berarti umpan balik yang diharapkan akan berupa berapa biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam satu periode dan berapa kuantitas yang dihasilkannya.
Apabila umpan balik tersebut diterapkan dalam suatu industri maka akan terlihat komposisi umpan balik dalam proses produksi akan memegang peranan yang dominan. Hal ini mengingat aktivitas produksi merupakan aktivitas utama dalam perusahaan tersebut. Sehingga umpan balik tersebut bermanfaat untuk menilai apakah target telah tercapai dan seberapa jauh prestasi yang dicapai oleh aparat produksi yang dimiliki perusahaan.
B. TAHAPAN PROSES PRODUKSI
Produksi dimaksudkan sebagai aktivitas mengubah sesuatu produk (bahan), menjadi produk lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Aktivitas mengubah bahan, berarti suatu proses kerja yang membutuhkan pengorbanan ekonomis guna memperoleh nilai ekonomis yang dipandang lebih tinggi.
Proses produksi pada umumnya melalui beberapa tahapan. Hal ini dilakukan dengan maksud mengadakan spesialisasi pengerjaan produk yang dihasilkan. Spesialisasi tersebut mengakibatkan adanya departemenisasi proses produksi. Sebagai contoh, untuk membuat sebuah meja tulis, sejak pembuatan design, proses penggergajian kayu, perangkaian komponen meja tulis, sampai dengan penyelesaian meja tulis tersebut dapat dikerjakan oleh satu orang saja. Cara produksi semacam itu menjadi tidak ekonomis, karena hasil kerja yang diperoleh sedikit. Oleh karenanya untuk meningkatkan kuantitas meja tulis yang dihasilkan, pekerjaan dibagi menjadi beberapa departemen sesuai dengan pentahapan pembuatan meja tulis tersebut. Sebagai akibatnya pengerjakan sebuah meja tulis tidak mungkin dikerjakan oleh satu orang saja. Spesialisasi penanganan tugas semacam ini akan menjadi lebih ekonomis apabila produk yang dihasilkan dalam jumlah yang cukup banyak. Meskipun antara meja tulis yang satu dengan yang lain terdapat variasi bentuk, proses produksi akan tetap lebih dinamis.
Setiap tahapan proses produksi tersebut pada dasamya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Kesemuanya harus merupakan satu rangkaian yang terkoordinasikan. Dengan adanya koordinasi tersebut alur produk dari departemen yang satu ke departemen lainnya harus sama. Hal ini agar tidak terjadi penyumbatan dalam salah satu tahapan proses produksi tersebut.
Setiap tahapan proses produksi tersebut harus dibantu oleh departemen lain yang membantu berfungsinya suatu departemen. Departemen semacam ini disebut departemen pembantu. Departemen pembantu adalah departemen yang memberikan layanan pada departemen produksi sesuai dengan fungsinya. Departemen pembantu biasanya berupa departemen listrik, departemen pemeliharaan peralatan, departemen air dan sanitasi, dan lain-lain. Biaya-biaya yang terjadi pada departemen pembantu pada dasarnya juga ikut memberi kontribusi pembuatan suatu produk. Oleh karenanya biaya-biaya yang terjadi di departemen pembantupun juga hams ikut dibebankan dalam penentuan kos produk. Peranan departemen pembantu dalam menghasilkan suatu produk hams diakui.
Namun demikian pembebanan biaya yang terjadi pada departemen pembantu ke produk yang dihasilkan tidak dapat dilakukan secara langsung ke produk. Terlebih dahulu hams dilakukan alokasi biaya ke departemen produksi yang menikmati jasa yang diserahkan oleh departemen pembantu tersebut. Pembebanan biaya dari departemen pembantu langsung ke produk akan mengakibatkan kos produk terlalu tinggi dan sebaliknya kos produk yang masih dalam proses menjadi lebih rendah (understated). Proses produksi suatu barang selalu menggunakan cara-cara tertentu agar tujuan ekonomis perusahaan dapat dicapai. Cara produksi yang digunakan tergantung oleh:
a. Sifat-sifat produk yang dihasilkan.
Apabila produk yang dihasilkan memerlukan penanganan khusus sehingga masing-masing produk mempunyai spesifikasi tertentu, maka produk tersebut diproses secara khusus pula. Produk semacam ini diolah dengan metode job, artinya setiap job hams memperhatikan spesifikasi yang diminta oleh langganan (konsumen). Produk yang diolah dengan metode proses menunjukkan bahwa barang yang dihasilkan tidak memerlukan spesifikasi tertentu sehingga produk bersifat homogen. Dalam artian homogen ini, antara produk yang satu dengan yang lainnya tidak terdapat perbedaan yang berarti. Jadi, produk yang dihasilkan bersifat standard, bahkan hal ini menunjukkan semua produk yang dihasilkan membutuhkan kesamaan bentuk, ukuran, wama, dan kesamaan fungsi.
b. Teknologi yang digunakan.
Perbedaan teknologi pembuatan suatu barang yang berbeda mengakibatkan cara-cara berproduksi yang berbeda pula. Sebagai contoh, industri mobil pada mulanya dibuat satu per satu dengan memperhatikan spesifikasi permintaan pelanggan, namun setelah ditemukan teknologi robot dengan proses ban berjalan, maka pembuatan produk tersebut dapat dibuat secara massal dan produk bersifat standard. Kadangkala teknologi yang digunakan menunjukkan satu-satunya cara dalam pembuatan produk tersebut, hal ini akan kita temukan dalam industri kimia.
c. Sifat pengolahan produk.
Pengolahan produk terdiri dari dua sifat yaitu merakit komponen menjadi suatu produk dan membentuk produk melalui proses reaksi kimiawi. Dalam proses perakitan (assembling), berbagai komponen yang ada (bail( dibuat sendiri maupun diperoleh dari pihak lain) digabungkan menjadi suatu produk. Sedangkan dalam proses reaksi kimiawi beberapa bahan digabung, dicampur dan dibentuk menjadi suatu produk baik berupa komponen maupun produk akhir.
Pembahasan di atas menunjukkan metode produksi yang digunakan dalam suatu perusahaan didasarkan dua alasan, yaitu:
a. Alasan ekonomis, mengingat besamya permintaan pasar serta skala produksi yang dikehendaki, maka dipilih teknologi maju agar produk yang dihasilkan mampu meraih pasar yang dikehendaki.
b. Alasan teknologi, Teknologi yang digunakan merupakan satu-satunya cara untuk menghasilkan suatu produk. Hal ini akan ditemukan untuk industri kimia. Sebagian besar industri kimia hams diolah dengan metode proses, mengingat industri semacam ini membutuhkan proses produksi yang bersifat tertutup. Sebagai contoh: industri semen, industri gula, dan lain-lain.
Proses produksi menghendaki adanya spesialisasi pelaksanaan pekerjaan diantara karyawan yang terlibat. Hal ini dimaksudkan agar proses produksi menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Spesialisasi menyebabkan pembuatan suatu produk tidak mungkin diselesaikan oleh hanya satu orang saja, tetapi diselesaikan oleh suatu team kerja dengan pembagian tugas sesuai dengan keahliannya masing-masing.
Pembagian kerja pada suatu industri baik secara horisontal maupun vertikal dikelompokkan menurut fungsi/tugas masing-masing. Pengelompokan secara vertikal menunjukkan adanya departementalisasi pelaksanaan operasi. Hal ini dimaksudkan agar pengendalian tugas dan pengawasan mutu produk yang dihasilkan dapat diselenggarakan dengan mudah. Kelompok utama datum 3 departementalisasi ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Departemen Produksi, yakni departemen-departemen yang secara langsung ikut menangani pembuatan suatu produk. Departemen tersebut meliputi aktivitas pengolahan bahan, penggabungan produk dalam proses dan penyempumaan produk.
2. Departemen Pembantu, yakni departemen yang tidak langsung menangani pembuatan produk, tetapi output yang dihasilkan membantu departemen produksi dalam pengolahari produk.
Kelompok utama tersebut meninjau dari sudut peranan dalam penanganan produk. Pengelompokan selanjutnya didasarkan pada fungsi/bidang tugas masing-masing. Pengelompokan ini di samping sebagai alat pengawasan berperan pula sebagai pusat pertanggungjawaban baik kuantitas maupun kualitasnya. Pengukuran unjuk-kerja masing - masing bagian/departemen tersebut dinilai seberapakah variasi biaya yang terjadi. Jadi pelaporan biaya yang terjadi pada masing-masing departemen mempunyai peranan sangat penting. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu pula disusun tarip overhead untuk tiap departemen secara cermat. Faktor yang dipertimbangkan dalam departemenisasi antara lain:
1. Kesamaan operasi, proses dan mesin dalam suatu departemen.
2. Lokasi operasi, pemrosesan dan mesin-mesin.
3. Pertanggungjawaban produksi dan biaya.
4. Hubungan operasi terhadap arus produk.
5. Jumlah departemen dan pusat-pusat biaya.
Spesialisasi pekerjaan menyebabkan proses pengolahan barang dilakukan melalui beberapa departemen. Spesialisasi dilakukan agar pengolahan produk menjadi lebih efisien atau teknologi pengolahan produk memang menghendaki beberapa tahapan proses secara berurutan. Apabila diamati pentahapan proses produksi dapat dibagi menjadi tiga macam sekuen proses produksi, yaitu:
1. Teknik pengolahan aliran produk bertahap.
2. Teknik pengolahan aliran paralel.
3. Teknik pengolahan aliran produk selektip.
1. Teknik Pengolahan Aliran Produk Bertahap
Proses produksi dilakukan setahap demi setahap sejak departemen pertama sampai produk diselesaikan di bagian penyelesaian dan akhimya diserahkan kepada bagian gudang. Pentahapan proses ini sesuai dengan tehnologi dan rancangan pabrik yang disusun sebelum pabrik itu dibangun. Sehingga pentahapan proses produksi hams disesuaikan dengannya. Selanjutnya departemenisasi organisasi pengolahan produk pada departemen produksi harus pula disesuaikan dengan pentahapan proses pengolahan produk tersebut.
Sebagai contoh, dalam industri gula proses pengolahan tebu menjadi gula dilakukan melalui beberapa tahap produksi sebagai berikut :
Tahap pertama, penggilingan tebu menjadi air nira. Dalam tahapan ini departemen penggilingan menghasilkan air nira dan ampas tebu.
Tahap kedua, pencampuran air nira dengan bahan lainnya sekaligus dengan sekaligus dengan pencucian air nira dari kotoran.
Tahap ketiga, pemasakan air nira dalam tungku reaksi. Dalam departemen ini dihasilkan kristal gula, tetes dan blotong.
Tahap keempat, penyelesaian produk dan pengantongan.
Berbagai tahapan proses produksi tersebut membentuk departemenisasi proses pengolahan tebu menjadi gula. Dengan pengolahan produk tersebut bahan yang masuk di departemen pertama akan menjadi out dari departemen pertama. Untuk selanjutnya akan menjadi bahan bagi proses di departemen kedua dan seterusnya. Dengan demikian produk yang diolah mengalir secara terus menerus dari waktu ke waktu tanpa berhenti. Periksa bagan di halaman berikut ini.
Dalam contoh pengolahan gula tersebut di atas, menghasilkan beberapa macam produk yang keluar dan proses ketiga, yaitu:
1. Kristal gula. Kristal gula selanjutnya disempumakan menjadi gula pasir dan dikantongkan pada departemen penyelesaian.
2. Tetes. Tetes sebagai produk sampingan selanjutnya dapat diolah menjadi alkohol atau langsung dijual ke konsumen.
3. Blotong. Blotong sebagai produk sampingan karena tidak mempunyai nilai ekonomis merupakan limbah industri. Proses ketiga ini merupakan proses yang membentuk joint cost (biaya bersama).
Bagan proses produksi digambarkan sebagai berikut:
Proses pengolahan data biaya hams memperhatikan sekuen pengolahan produk tersebut. Agar masing-masing departemen diatas dapat dideteksi biaya-biaya yang layak dibebankan kepadanya maka bagian akuntansi hams pula menyediakan rekening untuk masing-masing departemen tersebut, antara lain:
1. Rekening PDP-Departemen Penggilingan.
2. Rekening PDP- Departemen Pencampuran.
3. Rekening PDP-Departemen Pemasakan.
4. Rekening PDP-Departemen Penyelesaian.
2. Teknik Pengolahan Aliran Produk Paralel
Teknik pengolahan produk tidak selalu setahap demi setahap seperti halnya dalam industri gula. Memperhatikan teknik produksi dan sifat-sifat bahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk pengolahan bahan dilakukan secara paralel untuk akhirnya digabungkan dalam satu unit pabrik menjadi satu produk. Gambar 1.2 berikut ini menunjuk cara lain dalam pengolahan produk.
Dalam gambar tersebut ditunjukkan ada dua produk yang diolah secara bersamaan pada waktu, kuantitas, dan pabrik yang sama. Kedua produk tersebut sebetulnya saling membutuhkan satu sama lain, sehingga pada akhir proses di pabrik tersebut keterkaitan antara produk yang satu dengan lainnya digabungkan menjadi satu, menjadi satu produk akhir.
Cara pengolahan yang kedua, disebut teknik pengolahan aliran produk paralel (paralel product flow). Industri minuman dan makanan dalam kemasan kebanyakan menggunakan teknik pengolahan aliran produk paralel.
3. Teknik Pengolahan Aliran Seleksi produk
Teknik yang ketiga adalah selective product flow. Dalam teknik ini terdapat beberapa departemen yang bertugas menyempumakan produk yang dihasilkan dari departemen sebelumnya. Dengan demikian departemen sebelumnyamenseleksi produk yang memenuhi standard mutu untuk diserahkan/diproses lanjut di departemen peuyempurnaan. Departemen berikutnya juga menghasilkan produk yang sama dengan mengolah lagi produk yang diterima dari departemen sebelumnya. Produk yang baik diserahkan ke departemen penyelesaian, sedangkan produk yang belum sempurna diserahkan ke departemen berikutnya untuk diproses ulang. Proses semacam dilakukan terus berulang-ulang. Bagan proses produksi semacam ini adalah sebagai berikut:
C. KARAKTER METODE PENENTUAN KOS PROSES DAN PERBEDAANNYA DENGAN METODE PENENTUAN KOS PESANAN
Dalam pembahasan metode penentuan kos, pengertian penentuankos sering dikacaukan dengan metode produksi suatu barang. Keduanya mengandung aspek yang berbeda, metode produksi berkaitan dengan cara-cara perusahaan melaksanakan pembuatan suatu barang (produk) sedangkan metode penentuan kos berkaitan dengan pencatatan dan penentuan kos pembuatan produk tersebut. Metode penentuan kos (baik metode proses maupun pesanan) berkaitan dengan pencatatan, pengklasifikasian, dan penyajian laporan biaya yang timbul dari transaksi-transaksi biaya sebagai akibat proses produksi suatu barang.
Penentuan kos dibedakan secara ekstrim menjadi dua, yaitu job order costing (dikenal dengan penentuan kos pesanan) dan process costing (penentuan kos proses). Dalam praktek sering kali dijumpai masing-masing metode penentuan kos tersebut tidal( diterapkan secara mumi. Penggabungan dari kedua penentuan kos tersebut sering terjadi tergantung dari kasus proses pengolahan di pabrik tersebut.
Metode penentuan kos proses, adalah penentuan penentuan kos produk yang penetapan penentuan kos produk (baik total maupun unit) ditetapkan atas dasar periode waktu. Karakter metode ini adalah:
1. Produk diolah secara masal dalam jumlah yang cukup besar dan sesuai dengan kapasitas produksi mesin-mesin yang ada.
2. Sifat produk yang diolah menunjukkan keseragaman antara produk yang satu dengan yang lainnya. Tingkat kesamaannya membutuhkan presisi yang tinggi sehingga sulit dibedakan antara produk yang satu dengan lainnya.
3. Produk diolah secara terus menerus (continuous), sehingga antara periode yang satu dengan periode yang lain tidak dibatasi oleh jarak waktu tertentu (time lag). Tiada jarak waktu tersebut disebabkan penghentian suatu proses produksi yang ditujukan hanya untuk menghitung kos produk menjadi tidak ekonomis, justru menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan.
4. Laporan kos produksi disusun/dihitung secara periodik. Antara periode yang satu dengan yang lainnya hams ditetapkan batasan waktu tertentu (cut off).
5. Tujuan produksi tidak dimaksudkan untuk memenuhi permintaan khusus dari pelanggan tertentu. Produksi dilaksanakan untuk mengisi gudang dengan mengingat permintaan pasar yang sudah diperkirakan terlebih dahulu untuk suatu jangka waktu tertentu. Mengingat proses produksi tidak boleh dihentikan pada setiap scat (setup costnya sangat mahal) maka manajemen harus menganggarkan jumlah yang harus diproduksi dalam kurun waktu tertentu.
Memperhatikan kelima karakter tersebut di alas, dapat dilihat perbedaan dengan karakter metode penentuan kos pesanan (job cost). Dalam metode penentuan kos pesanan penentuan kos tiap unit produk dapat ditetapkan dengan mudah setelah produk tersebut diselesaikan. Tetapi dalam metode penentuan kos proses, perusahaan tidak mungkin melakukan penentuan kos, mengingat berakhirnya suatu proses produksi tidak dibatasi oleh periode akuntansi. Bahkan untuk industri semen suatu siklus proses produksi membutuhkan waktu lebih dari satu periode. Dengan demikian cukup beralasan apabila dalam metode penentuan kos proses, penentuan kos produknya dengan membagi dalam periode tertentu (bulanan, tahunan dan lain-lain).
Metode job order digunakan untuk perusahaan yang mernproduksi barang-barang yang tiap unitnya memerlukan spesifikasi khusus atau dalam kelompok produk (hatch) serta memerlukan kecakapan dan perhatian khusus. Industri yang banyak menggunakan metode ini, antara lain: industri konstruksi, percetakan, aircraft, permesinan, mebel dan lain-lain.
Metode proses dapat ditemukan untuk hampir semua industri kimia. Metode ini digunakan untuk perusahaan yang memprodusir secara massal dengan proses produksi yang dilaksanakan secara contineuous. Pengertian contineuous tersebut adalah suatu proses akan berjalan tanpa berhenti untuk satu kelompok produk yang dirancang (satu batch).
Perbedaan di antara kedua metode ini, disebabkan oleh cara-cara yang ditempuh dalam menghasilkan produk tersebut memang berbeda. Kebanyakan industri kimia menggunakan proses produksi yang bersifat tertutup, dengan maksud reaksi kimia sebagai akibat pencampuran dan pemakaian beberapa bahan tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur kimia lain yang tidak dikehendaki. Proses reaksi kimia semacam ini harus dikendalikan agar reaksi kimia dapat membentuk produk seperti yang dikehendaki. Di samping itu akibat sampingan yang tidak terkendali dapat muncul apabila sisa-sisa reaksi kimia tersebut tumpah, bocor dan lain-lain. Kenyataan tersebut mengakibatkan proses produksi barang-barang kimia dalam skala kecil menjadi sangat mahal. Oleh karena itu, proses produksi barang-barang kimia harus dikerjakan dengan konfigurasi yang sangat besar. Hal ini dimaksudkan agar produksi menjadi lebih ekonomis.
Metode penentuan kos pesanan dirancang untuk digunakan bagi industri yang menghasilkan produk dalam skala kecil/individual. Produk yang dihasilkan lebih membutuhkan perhatian, ketelitian, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Produk yang dihasilkan tidak dapat dibuat secara standard. Sebaliknya ongkos produksi akan mahal sekali kalau konfigurasi proses produksi dalam skala besar.
D. TRANSAKSI BIAYA YANG MENDUKUNG PENENTUAN KOS
Elemen-elemen biaya yang membentuk kos produk adalah biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Ketiga elemen biaya tersebut terlekat pada produk yang dihasilkan mengingat suatu produk terbentuk karena adanya bahan, adanya manusia yang mengerjakannya disertai dukungan fasilitas lain yang membantu terwujudnya produk tersebut. Masing-masing elemen biaya tersebut mempunyai sifat dan permasalahan yang berbeda. Begitu pula apabila ditinjau dan perilaku masing-masing dalam membentuk kos produk. Biaya bahan dan biaya tenaga kerja pada umumnya mempunyai perilaku sebagai biaya variabel, sedangkan biaya overhead mempunyai perilaku baik sebagai biaya tetap maupun sebagai biaya variabel. Sifat, permasalahan dan perilaku tersebut sangat berpengaruh dalam pengakuan dan pencatatan transaksi biaya yang terjadi dalam suatu peripde akuntansi.
a. Pencatatan dan pembebanan biaya bahan.
Transaksi biaya bahan terjadi pada saat bahan-bahan tersebut dibeli dan pemasok dan pada saat pemakaian bahan tersebut. Saat terjadinya pembelian bahan menunjukkan bahwa perusahaan telah mempunyai kesepakatan dengan pihak lain. Namun realisasi pembelian baru akan terwujud pada saat barang-barang yang dibeli -telah tiba dan diterima di bagian gudang.
Pemakaian bahan terjadi pada saat bahan baku ataupun bahan pembantu diserahkan, dari bagian gudang kepada bagian produksi. Transaksi ini bersifat intern, oleh karenanya transaksi ini hanya pemindahan asset dan bagian yang satu kepada bagian yang lain. Meskipun transaksi ini hanya sekedar memindahkan barang dari gudang ke bagian produksi tetapi mempunyai makna yang cukup berarti sebagai pengakuan berapa kos bahan-bahan dalam ikut membentuk terwujudnya sesuatu produk. Komponen kos bahan terdiri dari:
a. kos pembelian bahan,
b. biaya pengangkutan bahan sampai ke gudang, dan
c. biaya assuransi bahan-bahan.
Bahan untuk memproduksi suatu produk terdiri dari bahan baku dan bahan pembantu. Bahan yang masuk kategori bahan baku, adalah bahan utama yang secara langsung ikut membentuk produk. Bahan tersebut secara langsung terlekat pada produk dan merupakan komponen yang terbesar. Bahan baku adalah bahan yang diubah dalam proses produksi untuk membentuk suatu produk. Pada umumnya bahan baku suatu produk terdiri dari satu macam bahan saja, tetapi dapat pula terdiri dari beberapa macam bahan baku. Bahan pembantu adalah, bahan-bahan yang digunakan untuk membantu terbentuknya suatu produk. Bahan ini merupakan bagian kecil dari suatu produk, namun mempunyai peranan dalam membentuk suatu produk. Pada umumnya bahan pembantu suatu produk terdiri dari beberapa macam.
Tujuan pengendalian biaya bahan,
1. Bahan-bahan hams dilindungi terhadap kemungkinan-kemungkinan pencurian ataupun resiko kehilangan. 2. Agar bahan-bahan yang dibeli dalam jumlah yang tepat dan digunakan untuk kepentingan produksi sesuai dengan waktu yang direncanakan.
3. Agar dana yang digunakan untuk membiayai pembelian bahan dapat dihemat untuk tujuan lain yang lebih bermanfaat.
4. Agar resiko terhadap munculnya barang cacat maupun kadaluwarsa dapat . dihindarkan.
5. Agar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menangani persediaan dapat dihemat.
Tujuan pengendalian barang di gudang,
1. Agar barang-barang di gudang siap apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
2. Menghindarkan resiko cacat/rusak.
3. Memberikan perlindungan terhadap resiko kecurian dan menjaga berfungsinya bahan sesuai dengan mutu yang diharapkan.
Contoh pencatatan transaksi yang terkait dengan biaya bahan, saat Pembelian (dicatat oleh bagian akuntansi finansial),
Kos bahan (sesuai faktur) Rp 10.000
Biaya angkut masuk 2.000
Biaya assuransi 1.200
Total kos bahan Rp 13.200
Digunakan dalam proses produksi Rp 8.700
Jurnal pencatatannya adalah sbb:
Persediaan bahan baku Rp 13.200
Utang Dagang Rp. 10.000
Kas Rp. 3.200
Saat Pemakaian bahan (dicatat oleh bagian akuntansi biaya)
Produk dalam proses - BB Rp 8.700
Persediaan bahan baku Rp 8.700
Pengendalian pemakaian bahan, Harus memperhatikan kwalitas bahan-bahan yang ada sehingga apabila terdapat bahan-bahan yang tidak memenuhi standard dapat segera mengembalikannya kepada suplier. Pengembalian ini akan dicatat dalam jurnal pengembalian bahan. Dengan demikian bahan-bahan yang dipakai sesuai dengan mutu yang dikehendaki.
Masalah penting yang terkait dalam pengadaan bahan adalah:
1. Prosedur Pembelian bahan dan pencatatan persediaan. Masalah ini dibahas dalam mata kuliah Sistem Akuntansi.
2. Penentuan kos dan penilaiannya. Masalah ini dibahas dalam mata kuliah Akuntansi Keuangan.
b. Pencatatan dan pembebanan biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja, adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah pada karyawan perusahaan. Pencatatan biaya tenaga kerja melalui dua tahapan penting yang terdiri dari:
1. Tahapan pengumpulan data gaji, perhitungan pendapatan, perhitungan pajak yang harus dibayarkan oleh karyawan serta berapa besamya penghasilan bersih yang diterima karyawan. Jurnal transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
Biaya Tenaga Kerja Rp 22.500
Pajak penghasilan karyawan Rp 2.500
Hutang gaji dan upah karyawan Rp 25.000
2. Tahapan kedua merupakan proses distribusi dan alokasi biaya tenaga kerja kepada masing-masing job, departemen dan lain-lain klasifikasi.
Jurnal transaksi kedua ini dicatat sebagai berikut:
PDP-biaya tenaga kerja langsung Rp 15.000
Biaya overhead pabrik 7.500
Biaya tenaga kerja Rp 22.500
Biaya tenaga kerja dalam suatu perusahaan dapat digolongkan menjadi beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
1. Biaya Produksi (terdiri dari biaya TK Langsung dan biaya TK tak langsung). Termasuk dalam kategori biaya produksi adalah semua upah buruh dan insentif dalam rangka memproduksi suatu produk.
2. Biaya Komersial (terdiri dan Gaji direksi dan gaji karyawan kantor). Termasuk dalam kategori biaya komersial adalah semua pembayaran gaji yang dibayarkan kepada para pegawai (tetap/tidak tetap) guna mempertahankan eksistensi operasional perusahaan.
Macam-macam pembayaran gaji dan upah yang masuk dalam kategori biaya tenaga kerja adalah: gaji karyawan, upah buruh, insentiplembur dan insentip prestasi kerja, bonus Produksi, dan tunjangan kesehatan. Komponen pembayaran jasa kepada karyawan/buruh yang tidak termasuk dalam kategori biaya tenaga kerja adalah: jasa produksi, tantiem, dan tunjangan hari raya.
Klasifikasi biaya tenaga kerja dalam proses produksi antara lain: (a) biaya tenaga kerja langsung, adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja dalam rangka memproduksi produk yang secara langsung membentuk produk dalam suatu perusahaan dan biaya tenaga kerja langsung yang terjadi di departemen produksi. Biaya tenaga kerja tak langsung, adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja dalam rang,ka memproduksi produk yang secara tidak langsung ikut membentuk produk dalam suatu perusahaan. Biaya tenaga kerja tak langsung terjadi di departemen pernbantu (service departement).
Masalah yang timbul dalam pembayaran biaya tenaga kerja, adalah kewajiban membayar PPH 21 dan asuransi social. Masalah ini dipecahkan dengan 3 cara sebagai berikut:
1. Pajak PPH 21 menjadi beban masing-masing karyawan.
2. Pajak menjadi beban perusahaan.
3. Pajak ditanggung bersama, karyawan (buruh) dan perusahaan. Contoh kasus,
Seorang buruh memperoleh penghasilan sebesar Rp 200.000 per bulan. Mempunyai seorang isteri dan dua orang anak. Penentuan PPH 21 untuk buruh tersebut adalah sebagai berikut:
Besarnya penghasilan per bulan
Pendapatan tidak kena pajak Rp. 200.000
buruh sebagai kepala keluarga 120.000
1 orang isteri 60.000
2 orang anak @ Rp 60.000 120.000
total penghasilan tidak kena pajak Rp 300.000
Pendapatan tidak kena Pajak (100.000)
Jadi buruh tersebut tidak dapat dikenai PPH 21.
Apabila buruh tersebut belum berkeluarga (bujangan) besamya pendapatan tidak kena pajak sebesar Rp 120.000. Dengan demikian pendapatan kena pajak buruh tersebut Rp 80.000. Berarti PPH 21 yang hams dikenakan kepada buruh tersebut sebesar 15% X Rp 80.000 sebesar Rp 12.000. Perlakuan akuntansi terhadap pajak berdasarkan kebijaksanaan managemen sebagaimana diutarakan dalam alinea di atas.
1. Pencatatan PPH 21 bila dikenakan kepada karyawan,
a. Saat Pengakuan biaya tenaga kerja,
Biaya tenaga kerja Rp 200.000
Utang PPH 21 Rp 12.000
Utang gaji/ upah 188.000
b. Saat Pembebanan kepada produk,
Produk dalam Proses - BTK Rp 200.000
Biaya tenaga kerja Rp 200.000
2. Pencatatan PPH 21 bila dikenakan kepada karyawan clan perusahaan,
a. Saat Pengakuan biaya tenaga kerja,
Biaya tenaga kerja Rp 194.000
Biaya overhead pabrik 6.000
Utang 21 Rp 12.000
Utang gaji/ upah 188.000
b. Saat Pembebanan kepada produk,
Produk dalam proses - BTK Rp 194.000
Biaya tenaga kerja Rp 194.000
3. Pencatatan PPH 21 bila dikenakan kepada perusahaan saja,
a. Saat Pengakuan biaya tenaga kerja,
Biaya Tenaga kerja Rp 188.000
Biaya overhead pabrik 12.000
Utang PPH 21 Rp 12.000
Utang gaji/ upah 188.000
b. Saat Pembebanan kepada produk,
Produk dalam Proses - BTK Rp 188.000
Biaya tenaga kerja Rp 188.000
Masalah lain yang perlu diperhatikan dalam pengendalian biaya tenaga kerja, adalah prosedur penggajian dan pengupahan yang meliputi,
1. Pencatatan kehadiran karyawan.
2. Pencatatan waktu kerja.
3. Penghitungan upah dan insentip.
4. Pembayaran upah dan insentip.
5. Pencatatan biaya tenaga kerja. Hal-hal tersebut, dibahas dalam mata kuliah Sistem Akuntansi.
c. Pencatatan dan pengakuan biaya overhead. Pencatatan biaya overhead pabrik terdiri dari dua kelompok. Pengelompokan ini dilakukan mengingat jenis biaya overhead sangat banyak. Apabila ditinjau dari saat terjadinya maka biaya overhead dapat ditinjau dari biaya overhead tunai dan biaya overhead yang dibebankan untuk berbagai periode yang menikmati. Di samping itu apabila ditinjau dari tingkah laku terjadinya biaya dapat ditinjau dari dua aspek yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Pemisahan biaya tersebut dimaksudkan untuk memudalikan dalam analisis pengambil¬an keputusan. Pencatatan biaya overhead pabrik adalah sebagai berikut:
Pengakuan terhadap biaya overhead.
Biaya overhead pabrik Rp 20.000
Biaya tenaga kerja tak langsung Rp 5.000
Akumulasi peralatan pabrik Rp 3.500
Biaya assuransi kebakaran Rp 4.000
Macam-macam biaya yang lainnya Rp 7.500
Pembebanan biaya overhead pabrikke produk hams memperhatikan apakah perusahaan memakai rekening biaya overhead pabrik dibebankan. Rekening semacam ini digunakan untuk menampung pembebanan biaya overhead yang terjadi dalam satu periode kepada rekening Produk dalam proses - BOP. Pencatatan dilakukan dengan taksiran biaya overhead pabrik, dengan demikian pembebanan BOP tidak perlu menunggu perhitungan BOP yang sesungguhnya terjadi. Dengan cara tersebut dapat dipastikan akan diperoleh selisih antara BOP yang ditaksirkan dengan BOP yang sesungguhnya. Selisih tersebut di akhir periode akan disesuaikan dengan terlebih dahulu dianalisis apakah terjadi over/ under applied BOP.
Pembebanan BOP ke rekening Produk dalam Proses:
PDP - BOP Rp 19.000
BOP - dibebankan Rp 19.000
Selanjutnya rekening BOP-dibebankan pada saldo kredit, harus dipertemukan dengan rekening BOP-sesungguhnya pada saldo debit. Adapun jumalnya adalah sebagai berikut:
BOP - dibebankan Rp 19.000
BOP - sesungguhnya Rp 19.000
Dengan pencatatan tersebut di atas maka akan terlihat bahwa dalam rekening BOP sesungguhnya akan terdapat selisih sebesar Rp 1.000. Perbedaan ini disebut under applied overhead pabrik. Selanjutnya selisih tersebut akan dibebankan kembali ke rekening-rekening Kos barang terjual/HPP, rekening persediaan produk selesai dan persediaan produk dalam proses akhir.
E. TARIP BIAYA OVERHEAD DAN PEMISAHAN BIAYA SEMI VARIABEL
Biaya overhead pabrik adalah semua biaya-biaya produksi selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya ini terdiri dari biaya bahan tak langsung, biaya tenaga kerja tak langsung dan semua biaya-biaya yang tidak dapat secara langsung dibebankan kepada produk ataupun job. Item biaya overhead pabrik sangat banyak, sehingga apabila ditinjau dari perilaku biaya, dapat disusun klasifikasi sebagai biaya tetap dan biaya variabel. Meskipun pada dasarnya terdapat biaya semi variabel yang mengandung kriterium sebagai biaya variabel maupun tetap. Namun untuk memudahkan perhitungan biaya dan pengendalian biaya, maka klasifikasi biaya semi variabel tersebut dipecah lagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Pemisahan biaya ini sebenarnya mengandung kelemahan, mengingat tidak ada metode yang dianggap tepat dalam pemisahan biaya semi variabel tersebut.
Beberapa teknik pemisahan biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel, antara lain: (1) teknik grafis, (2) matematical high low point, (3) teknik analisis kuadrat terkecil (least square), dan (4) teknik analisis korelasi/regresi.
1. Teknik gratis.
Dalam teknik ini hubungan antar biaya dengan volume produksi digambarkan dalam sebuah diagram. Di antara berbagai titik tersebut ditarik garis lurus sampai memotong sumbu tegak. Garis ini menunjukkan komponen biaya variabel. Dari perpotongan sumbu tegak dengan garis tersebut ditarik garis lurus sejajar dengan sumbu datar, garis ini menunjukkan komponen biaya variabel. Gambar di halaman 18 berikut ini menjelaskan uraian tersebut di atas.
Dari gambar tersebut dapat diketahui berapa besamya biaya tetap dan berapa besamya biayavariabel. Variabilitas biaya diperlihatkan oleh garis miring yang sebetulnyamerupakan fungsi dari produk yang dihasilkan. Sedangkan biaya tetap digambarkan dengan garis mendatar sejajar dengan kuantitas produk.
2. Mathematical high low point.
Teknik ini menggunakan dasar aktivitas tertinggi dan terendah sebagai dasar analisis semivariabel. Besamya biaya variabel dihitung dengan membagi selisih biaya semi variabel tertinggi dan terendah dibagi dengan selisih aktivitas tertinggi dan terendah.
Perhatikan contoh berikut ini:
Dalam tahun anggaran 1986 aktivitas tertinggi perusahaan susu Mamiek menunjuk¬kan waktu kerja sebanyak 6.840 jam dengan biaya Rp 2.776.000. Sedangkan aktivitas terendahnya terjadi di bulan Maret menunjukkan waktu kerja 2.736 jam dengan biaya sebesar Rp 1.750.000. Berdasarkan data tersebut dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Tarip variabel = Rp 1.026.000,- : 4.104 jam = Rp 250,-/jam.
Selanjutnya setelah besarnya biaya variabel per unit dapat diketahui, dapat dihitung besarnya biaya tetap sebagai berikut:
3. Teknik kuadrat terkecil. Teknik ini hubungan antara biaya dengan volume produksi sebagai hubungan persamaan linear. Persamaannya adalah:
Y = menunjukkan besamya biaya variabel pada volume X
a = menunjukkan komponen biaya tetap, dan
b = menunjukkan arah garis (slope) sebagai komponen biaya variabel.
Telah disebutkan di muka, bahwa untuk mempermudah perhitungan digunakan tarip yang ditetapkan di muka. Tarip yang digunakan hams berdasar pada alasan yang rasional, agar tarip tersebut dapat digunakan secara tepat baik untuk penentukan kos maupun untuk kepentingan pengendalian biaya. Tarip biaya overhead pabrik, ditentukan atas dasar:
1. unit produksi.
2. biaya bahan yang digunakan.
3. biaya tenaga kerja.
4. jam tenaga kerja langsung.
5. jam mesin.
Sebagai akibat penggunaan tarip biaya overhead pabrik tersebut, maka pada akhir periode akan terdapat selisih dalam rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya (actual) dengan tarip yang telah ditentukan di muka. Selisih tersebut (baik under ataupun over applied) harus dianalisis untuk mengetahui apa yang menjadi penyebabnya.
Sebagai contoh:
Anggaran biaya overhead pabrik pada perusahaan Nickiesusu, terdiri dari biaya tetap Rp 125.000 dan biaya variabel Rp 300.000. Tarip biaya overhead pabrik atas dasar jam kerja sebesar 200.000 jam kerja. Jadi tarip per jam kerja adalah Rp 1,50. Tarip untuk biaya overhead tetap Rp 0,625 dan untuk biaya overhead variabel sebesar Rp 0,875.
Pada akhir periode diketahui besamya biaya overhead pabrik sesungguhnya adalah Rp 292.000 sehingga terdapat selisih sebesar Rp 7.000 (under applied). Pada periode tersebut jam kerja sesungguhnya sebesar 190.000 jam. Selisih tersebut dianalisis dengan analisis dua selisih sebagai berikut:
Selisih pengeluaran:
Biaya overhead sesungguhnya Rp 292.000
Anggaran s/d kapasitas yang digunakan:
Biaya tetap dianggarkan Rp 125.000
Biaya overhead (190 X Rp 0,875) 166.250
Selisih pengeluaran (rugi) Rp 291.250
Rp 750
Selisih Kapasitas:
Anggaran s/d kapasitas yang digunakan Rp 291.250
Biaya overhead pabrik yang dibebankan ke
produk (rekening PDP-BOP) 285.000
Selisih kapasitas (rugi) Rp 6.250
Terhadap selisih pengeluaran dapat dirinci lebih jauh, komponen biaya apa saja yang mengalami penyimpangan. Dengan demikian manager dapat mengetahui pada elemen apa saja dia harus melakukan tindakan koreksi/perbaikan.
Demikian halnya dalam selisih kapasitas, manajemen dapat mengetahui sampai seberapa jauh tingkat efektivitas pekerjaan pada departemen produksi. Dari data di atas dapat diketahui terdapat kapasitas jam kerja yang masih belum digunakan sebanyak 10.000 jam kerja. Besarnya kapasitas menganggur ini sebesar 5%, dihitung dengan cara sebagai berikut:
Pejabat yang bertanggungjawab terhadap adanyakapasitas yang menganggur tersebut adalah orang yang secara langsung menangani proses produksi. Namun, hal ini perlu diteliti lebih lanjut penyebab kesenjangan antara kapasitas produksi dengan kemampuan pasar menyerap produk yang dihasilkan perusahaan. Terhadap selisih yang terjadi, pada setiap akhir periode harus dibebankan kembali ke rekening Kos Produksi atau langsung ke income summary, dengan jurnal sebagai berikut:
Persediaan produksi jadi Rp 7.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya. Rp 7.000
atau:
Income summary Rp 7.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 7.000
Terhadap tarip biaya overhead, sangat dimungkinkan di kelak kemudian hari tarip biaya overhead pabrik menjadi tidak tepat. Dalam artian tarip yang ditetapkan di masa lalu tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai alat pengukuran. Hal ini harus dikoreksi kembali. Dengart demikian tarip biaya overhead pabrik harus ditetapkan kembali dengan dasar pengalaman di masa yang lalu.
Mengingat masing-masing pihak mempunyai peranan yang berbeda dan sekaligus menciptakan kerjasama, maka perlu ditetapkan batas-batas yang jelas agar aktivitas kerja masing-masing pihak tidak saling tumpang tindih. Oleh karena itu masing-masing fungsi dalam "organisasi harus ditetapkan sampai sejauh mana wewenang seseorang dalam fungsi dan jabatan yang terlekat pada dirinya (authority). Di samping itu harus ditetapkan pula tanggung jawab (responbility) dan tingkat pertanggungjawaban (accountability) dalam tugas dan jabatannya tersebut.
Dalam rangka pengendalian operasi perusahaan manajemen ingin memperoleh umpan balik (feedback) sampai sejauh mana wewenang yang telah didelegasikan kepada bawahan telah digunakan dengan sebaik-baiknya. Umpan balik ini berupa informasi yang dapatmemberikan gambaran pelaksanaan tugas para bawahan yang meliputi seberapakah target operasi telah terpenuhi dan sejauh mana operasi tersebut telah menyerap dana perusahaan. Hal ini berarti umpan balik yang diharapkan akan berupa berapa biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam satu periode dan berapa kuantitas yang dihasilkannya.
Apabila umpan balik tersebut diterapkan dalam suatu industri maka akan terlihat komposisi umpan balik dalam proses produksi akan memegang peranan yang dominan. Hal ini mengingat aktivitas produksi merupakan aktivitas utama dalam perusahaan tersebut. Sehingga umpan balik tersebut bermanfaat untuk menilai apakah target telah tercapai dan seberapa jauh prestasi yang dicapai oleh aparat produksi yang dimiliki perusahaan.
B. TAHAPAN PROSES PRODUKSI
Produksi dimaksudkan sebagai aktivitas mengubah sesuatu produk (bahan), menjadi produk lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Aktivitas mengubah bahan, berarti suatu proses kerja yang membutuhkan pengorbanan ekonomis guna memperoleh nilai ekonomis yang dipandang lebih tinggi.
Proses produksi pada umumnya melalui beberapa tahapan. Hal ini dilakukan dengan maksud mengadakan spesialisasi pengerjaan produk yang dihasilkan. Spesialisasi tersebut mengakibatkan adanya departemenisasi proses produksi. Sebagai contoh, untuk membuat sebuah meja tulis, sejak pembuatan design, proses penggergajian kayu, perangkaian komponen meja tulis, sampai dengan penyelesaian meja tulis tersebut dapat dikerjakan oleh satu orang saja. Cara produksi semacam itu menjadi tidak ekonomis, karena hasil kerja yang diperoleh sedikit. Oleh karenanya untuk meningkatkan kuantitas meja tulis yang dihasilkan, pekerjaan dibagi menjadi beberapa departemen sesuai dengan pentahapan pembuatan meja tulis tersebut. Sebagai akibatnya pengerjakan sebuah meja tulis tidak mungkin dikerjakan oleh satu orang saja. Spesialisasi penanganan tugas semacam ini akan menjadi lebih ekonomis apabila produk yang dihasilkan dalam jumlah yang cukup banyak. Meskipun antara meja tulis yang satu dengan yang lain terdapat variasi bentuk, proses produksi akan tetap lebih dinamis.
Setiap tahapan proses produksi tersebut pada dasamya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Kesemuanya harus merupakan satu rangkaian yang terkoordinasikan. Dengan adanya koordinasi tersebut alur produk dari departemen yang satu ke departemen lainnya harus sama. Hal ini agar tidak terjadi penyumbatan dalam salah satu tahapan proses produksi tersebut.
Setiap tahapan proses produksi tersebut harus dibantu oleh departemen lain yang membantu berfungsinya suatu departemen. Departemen semacam ini disebut departemen pembantu. Departemen pembantu adalah departemen yang memberikan layanan pada departemen produksi sesuai dengan fungsinya. Departemen pembantu biasanya berupa departemen listrik, departemen pemeliharaan peralatan, departemen air dan sanitasi, dan lain-lain. Biaya-biaya yang terjadi pada departemen pembantu pada dasarnya juga ikut memberi kontribusi pembuatan suatu produk. Oleh karenanya biaya-biaya yang terjadi di departemen pembantupun juga hams ikut dibebankan dalam penentuan kos produk. Peranan departemen pembantu dalam menghasilkan suatu produk hams diakui.
Namun demikian pembebanan biaya yang terjadi pada departemen pembantu ke produk yang dihasilkan tidak dapat dilakukan secara langsung ke produk. Terlebih dahulu hams dilakukan alokasi biaya ke departemen produksi yang menikmati jasa yang diserahkan oleh departemen pembantu tersebut. Pembebanan biaya dari departemen pembantu langsung ke produk akan mengakibatkan kos produk terlalu tinggi dan sebaliknya kos produk yang masih dalam proses menjadi lebih rendah (understated). Proses produksi suatu barang selalu menggunakan cara-cara tertentu agar tujuan ekonomis perusahaan dapat dicapai. Cara produksi yang digunakan tergantung oleh:
a. Sifat-sifat produk yang dihasilkan.
Apabila produk yang dihasilkan memerlukan penanganan khusus sehingga masing-masing produk mempunyai spesifikasi tertentu, maka produk tersebut diproses secara khusus pula. Produk semacam ini diolah dengan metode job, artinya setiap job hams memperhatikan spesifikasi yang diminta oleh langganan (konsumen). Produk yang diolah dengan metode proses menunjukkan bahwa barang yang dihasilkan tidak memerlukan spesifikasi tertentu sehingga produk bersifat homogen. Dalam artian homogen ini, antara produk yang satu dengan yang lainnya tidak terdapat perbedaan yang berarti. Jadi, produk yang dihasilkan bersifat standard, bahkan hal ini menunjukkan semua produk yang dihasilkan membutuhkan kesamaan bentuk, ukuran, wama, dan kesamaan fungsi.
b. Teknologi yang digunakan.
Perbedaan teknologi pembuatan suatu barang yang berbeda mengakibatkan cara-cara berproduksi yang berbeda pula. Sebagai contoh, industri mobil pada mulanya dibuat satu per satu dengan memperhatikan spesifikasi permintaan pelanggan, namun setelah ditemukan teknologi robot dengan proses ban berjalan, maka pembuatan produk tersebut dapat dibuat secara massal dan produk bersifat standard. Kadangkala teknologi yang digunakan menunjukkan satu-satunya cara dalam pembuatan produk tersebut, hal ini akan kita temukan dalam industri kimia.
c. Sifat pengolahan produk.
Pengolahan produk terdiri dari dua sifat yaitu merakit komponen menjadi suatu produk dan membentuk produk melalui proses reaksi kimiawi. Dalam proses perakitan (assembling), berbagai komponen yang ada (bail( dibuat sendiri maupun diperoleh dari pihak lain) digabungkan menjadi suatu produk. Sedangkan dalam proses reaksi kimiawi beberapa bahan digabung, dicampur dan dibentuk menjadi suatu produk baik berupa komponen maupun produk akhir.
Pembahasan di atas menunjukkan metode produksi yang digunakan dalam suatu perusahaan didasarkan dua alasan, yaitu:
a. Alasan ekonomis, mengingat besamya permintaan pasar serta skala produksi yang dikehendaki, maka dipilih teknologi maju agar produk yang dihasilkan mampu meraih pasar yang dikehendaki.
b. Alasan teknologi, Teknologi yang digunakan merupakan satu-satunya cara untuk menghasilkan suatu produk. Hal ini akan ditemukan untuk industri kimia. Sebagian besar industri kimia hams diolah dengan metode proses, mengingat industri semacam ini membutuhkan proses produksi yang bersifat tertutup. Sebagai contoh: industri semen, industri gula, dan lain-lain.
Proses produksi menghendaki adanya spesialisasi pelaksanaan pekerjaan diantara karyawan yang terlibat. Hal ini dimaksudkan agar proses produksi menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Spesialisasi menyebabkan pembuatan suatu produk tidak mungkin diselesaikan oleh hanya satu orang saja, tetapi diselesaikan oleh suatu team kerja dengan pembagian tugas sesuai dengan keahliannya masing-masing.
Pembagian kerja pada suatu industri baik secara horisontal maupun vertikal dikelompokkan menurut fungsi/tugas masing-masing. Pengelompokan secara vertikal menunjukkan adanya departementalisasi pelaksanaan operasi. Hal ini dimaksudkan agar pengendalian tugas dan pengawasan mutu produk yang dihasilkan dapat diselenggarakan dengan mudah. Kelompok utama datum 3 departementalisasi ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Departemen Produksi, yakni departemen-departemen yang secara langsung ikut menangani pembuatan suatu produk. Departemen tersebut meliputi aktivitas pengolahan bahan, penggabungan produk dalam proses dan penyempumaan produk.
2. Departemen Pembantu, yakni departemen yang tidak langsung menangani pembuatan produk, tetapi output yang dihasilkan membantu departemen produksi dalam pengolahari produk.
Kelompok utama tersebut meninjau dari sudut peranan dalam penanganan produk. Pengelompokan selanjutnya didasarkan pada fungsi/bidang tugas masing-masing. Pengelompokan ini di samping sebagai alat pengawasan berperan pula sebagai pusat pertanggungjawaban baik kuantitas maupun kualitasnya. Pengukuran unjuk-kerja masing - masing bagian/departemen tersebut dinilai seberapakah variasi biaya yang terjadi. Jadi pelaporan biaya yang terjadi pada masing-masing departemen mempunyai peranan sangat penting. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu pula disusun tarip overhead untuk tiap departemen secara cermat. Faktor yang dipertimbangkan dalam departemenisasi antara lain:
1. Kesamaan operasi, proses dan mesin dalam suatu departemen.
2. Lokasi operasi, pemrosesan dan mesin-mesin.
3. Pertanggungjawaban produksi dan biaya.
4. Hubungan operasi terhadap arus produk.
5. Jumlah departemen dan pusat-pusat biaya.
Spesialisasi pekerjaan menyebabkan proses pengolahan barang dilakukan melalui beberapa departemen. Spesialisasi dilakukan agar pengolahan produk menjadi lebih efisien atau teknologi pengolahan produk memang menghendaki beberapa tahapan proses secara berurutan. Apabila diamati pentahapan proses produksi dapat dibagi menjadi tiga macam sekuen proses produksi, yaitu:
1. Teknik pengolahan aliran produk bertahap.
2. Teknik pengolahan aliran paralel.
3. Teknik pengolahan aliran produk selektip.
1. Teknik Pengolahan Aliran Produk Bertahap
Proses produksi dilakukan setahap demi setahap sejak departemen pertama sampai produk diselesaikan di bagian penyelesaian dan akhimya diserahkan kepada bagian gudang. Pentahapan proses ini sesuai dengan tehnologi dan rancangan pabrik yang disusun sebelum pabrik itu dibangun. Sehingga pentahapan proses produksi hams disesuaikan dengannya. Selanjutnya departemenisasi organisasi pengolahan produk pada departemen produksi harus pula disesuaikan dengan pentahapan proses pengolahan produk tersebut.
Sebagai contoh, dalam industri gula proses pengolahan tebu menjadi gula dilakukan melalui beberapa tahap produksi sebagai berikut :
Tahap pertama, penggilingan tebu menjadi air nira. Dalam tahapan ini departemen penggilingan menghasilkan air nira dan ampas tebu.
Tahap kedua, pencampuran air nira dengan bahan lainnya sekaligus dengan sekaligus dengan pencucian air nira dari kotoran.
Tahap ketiga, pemasakan air nira dalam tungku reaksi. Dalam departemen ini dihasilkan kristal gula, tetes dan blotong.
Tahap keempat, penyelesaian produk dan pengantongan.
Berbagai tahapan proses produksi tersebut membentuk departemenisasi proses pengolahan tebu menjadi gula. Dengan pengolahan produk tersebut bahan yang masuk di departemen pertama akan menjadi out dari departemen pertama. Untuk selanjutnya akan menjadi bahan bagi proses di departemen kedua dan seterusnya. Dengan demikian produk yang diolah mengalir secara terus menerus dari waktu ke waktu tanpa berhenti. Periksa bagan di halaman berikut ini.
Dalam contoh pengolahan gula tersebut di atas, menghasilkan beberapa macam produk yang keluar dan proses ketiga, yaitu:
1. Kristal gula. Kristal gula selanjutnya disempumakan menjadi gula pasir dan dikantongkan pada departemen penyelesaian.
2. Tetes. Tetes sebagai produk sampingan selanjutnya dapat diolah menjadi alkohol atau langsung dijual ke konsumen.
3. Blotong. Blotong sebagai produk sampingan karena tidak mempunyai nilai ekonomis merupakan limbah industri. Proses ketiga ini merupakan proses yang membentuk joint cost (biaya bersama).
Bagan proses produksi digambarkan sebagai berikut:
Proses pengolahan data biaya hams memperhatikan sekuen pengolahan produk tersebut. Agar masing-masing departemen diatas dapat dideteksi biaya-biaya yang layak dibebankan kepadanya maka bagian akuntansi hams pula menyediakan rekening untuk masing-masing departemen tersebut, antara lain:
1. Rekening PDP-Departemen Penggilingan.
2. Rekening PDP- Departemen Pencampuran.
3. Rekening PDP-Departemen Pemasakan.
4. Rekening PDP-Departemen Penyelesaian.
2. Teknik Pengolahan Aliran Produk Paralel
Teknik pengolahan produk tidak selalu setahap demi setahap seperti halnya dalam industri gula. Memperhatikan teknik produksi dan sifat-sifat bahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk pengolahan bahan dilakukan secara paralel untuk akhirnya digabungkan dalam satu unit pabrik menjadi satu produk. Gambar 1.2 berikut ini menunjuk cara lain dalam pengolahan produk.
Dalam gambar tersebut ditunjukkan ada dua produk yang diolah secara bersamaan pada waktu, kuantitas, dan pabrik yang sama. Kedua produk tersebut sebetulnya saling membutuhkan satu sama lain, sehingga pada akhir proses di pabrik tersebut keterkaitan antara produk yang satu dengan lainnya digabungkan menjadi satu, menjadi satu produk akhir.
Cara pengolahan yang kedua, disebut teknik pengolahan aliran produk paralel (paralel product flow). Industri minuman dan makanan dalam kemasan kebanyakan menggunakan teknik pengolahan aliran produk paralel.
3. Teknik Pengolahan Aliran Seleksi produk
Teknik yang ketiga adalah selective product flow. Dalam teknik ini terdapat beberapa departemen yang bertugas menyempumakan produk yang dihasilkan dari departemen sebelumnya. Dengan demikian departemen sebelumnyamenseleksi produk yang memenuhi standard mutu untuk diserahkan/diproses lanjut di departemen peuyempurnaan. Departemen berikutnya juga menghasilkan produk yang sama dengan mengolah lagi produk yang diterima dari departemen sebelumnya. Produk yang baik diserahkan ke departemen penyelesaian, sedangkan produk yang belum sempurna diserahkan ke departemen berikutnya untuk diproses ulang. Proses semacam dilakukan terus berulang-ulang. Bagan proses produksi semacam ini adalah sebagai berikut:
C. KARAKTER METODE PENENTUAN KOS PROSES DAN PERBEDAANNYA DENGAN METODE PENENTUAN KOS PESANAN
Dalam pembahasan metode penentuan kos, pengertian penentuankos sering dikacaukan dengan metode produksi suatu barang. Keduanya mengandung aspek yang berbeda, metode produksi berkaitan dengan cara-cara perusahaan melaksanakan pembuatan suatu barang (produk) sedangkan metode penentuan kos berkaitan dengan pencatatan dan penentuan kos pembuatan produk tersebut. Metode penentuan kos (baik metode proses maupun pesanan) berkaitan dengan pencatatan, pengklasifikasian, dan penyajian laporan biaya yang timbul dari transaksi-transaksi biaya sebagai akibat proses produksi suatu barang.
Penentuan kos dibedakan secara ekstrim menjadi dua, yaitu job order costing (dikenal dengan penentuan kos pesanan) dan process costing (penentuan kos proses). Dalam praktek sering kali dijumpai masing-masing metode penentuan kos tersebut tidal( diterapkan secara mumi. Penggabungan dari kedua penentuan kos tersebut sering terjadi tergantung dari kasus proses pengolahan di pabrik tersebut.
Metode penentuan kos proses, adalah penentuan penentuan kos produk yang penetapan penentuan kos produk (baik total maupun unit) ditetapkan atas dasar periode waktu. Karakter metode ini adalah:
1. Produk diolah secara masal dalam jumlah yang cukup besar dan sesuai dengan kapasitas produksi mesin-mesin yang ada.
2. Sifat produk yang diolah menunjukkan keseragaman antara produk yang satu dengan yang lainnya. Tingkat kesamaannya membutuhkan presisi yang tinggi sehingga sulit dibedakan antara produk yang satu dengan lainnya.
3. Produk diolah secara terus menerus (continuous), sehingga antara periode yang satu dengan periode yang lain tidak dibatasi oleh jarak waktu tertentu (time lag). Tiada jarak waktu tersebut disebabkan penghentian suatu proses produksi yang ditujukan hanya untuk menghitung kos produk menjadi tidak ekonomis, justru menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan.
4. Laporan kos produksi disusun/dihitung secara periodik. Antara periode yang satu dengan yang lainnya hams ditetapkan batasan waktu tertentu (cut off).
5. Tujuan produksi tidak dimaksudkan untuk memenuhi permintaan khusus dari pelanggan tertentu. Produksi dilaksanakan untuk mengisi gudang dengan mengingat permintaan pasar yang sudah diperkirakan terlebih dahulu untuk suatu jangka waktu tertentu. Mengingat proses produksi tidak boleh dihentikan pada setiap scat (setup costnya sangat mahal) maka manajemen harus menganggarkan jumlah yang harus diproduksi dalam kurun waktu tertentu.
Memperhatikan kelima karakter tersebut di alas, dapat dilihat perbedaan dengan karakter metode penentuan kos pesanan (job cost). Dalam metode penentuan kos pesanan penentuan kos tiap unit produk dapat ditetapkan dengan mudah setelah produk tersebut diselesaikan. Tetapi dalam metode penentuan kos proses, perusahaan tidak mungkin melakukan penentuan kos, mengingat berakhirnya suatu proses produksi tidak dibatasi oleh periode akuntansi. Bahkan untuk industri semen suatu siklus proses produksi membutuhkan waktu lebih dari satu periode. Dengan demikian cukup beralasan apabila dalam metode penentuan kos proses, penentuan kos produknya dengan membagi dalam periode tertentu (bulanan, tahunan dan lain-lain).
Metode job order digunakan untuk perusahaan yang mernproduksi barang-barang yang tiap unitnya memerlukan spesifikasi khusus atau dalam kelompok produk (hatch) serta memerlukan kecakapan dan perhatian khusus. Industri yang banyak menggunakan metode ini, antara lain: industri konstruksi, percetakan, aircraft, permesinan, mebel dan lain-lain.
Metode proses dapat ditemukan untuk hampir semua industri kimia. Metode ini digunakan untuk perusahaan yang memprodusir secara massal dengan proses produksi yang dilaksanakan secara contineuous. Pengertian contineuous tersebut adalah suatu proses akan berjalan tanpa berhenti untuk satu kelompok produk yang dirancang (satu batch).
Perbedaan di antara kedua metode ini, disebabkan oleh cara-cara yang ditempuh dalam menghasilkan produk tersebut memang berbeda. Kebanyakan industri kimia menggunakan proses produksi yang bersifat tertutup, dengan maksud reaksi kimia sebagai akibat pencampuran dan pemakaian beberapa bahan tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur kimia lain yang tidak dikehendaki. Proses reaksi kimia semacam ini harus dikendalikan agar reaksi kimia dapat membentuk produk seperti yang dikehendaki. Di samping itu akibat sampingan yang tidak terkendali dapat muncul apabila sisa-sisa reaksi kimia tersebut tumpah, bocor dan lain-lain. Kenyataan tersebut mengakibatkan proses produksi barang-barang kimia dalam skala kecil menjadi sangat mahal. Oleh karena itu, proses produksi barang-barang kimia harus dikerjakan dengan konfigurasi yang sangat besar. Hal ini dimaksudkan agar produksi menjadi lebih ekonomis.
Metode penentuan kos pesanan dirancang untuk digunakan bagi industri yang menghasilkan produk dalam skala kecil/individual. Produk yang dihasilkan lebih membutuhkan perhatian, ketelitian, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Produk yang dihasilkan tidak dapat dibuat secara standard. Sebaliknya ongkos produksi akan mahal sekali kalau konfigurasi proses produksi dalam skala besar.
D. TRANSAKSI BIAYA YANG MENDUKUNG PENENTUAN KOS
Elemen-elemen biaya yang membentuk kos produk adalah biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Ketiga elemen biaya tersebut terlekat pada produk yang dihasilkan mengingat suatu produk terbentuk karena adanya bahan, adanya manusia yang mengerjakannya disertai dukungan fasilitas lain yang membantu terwujudnya produk tersebut. Masing-masing elemen biaya tersebut mempunyai sifat dan permasalahan yang berbeda. Begitu pula apabila ditinjau dan perilaku masing-masing dalam membentuk kos produk. Biaya bahan dan biaya tenaga kerja pada umumnya mempunyai perilaku sebagai biaya variabel, sedangkan biaya overhead mempunyai perilaku baik sebagai biaya tetap maupun sebagai biaya variabel. Sifat, permasalahan dan perilaku tersebut sangat berpengaruh dalam pengakuan dan pencatatan transaksi biaya yang terjadi dalam suatu peripde akuntansi.
a. Pencatatan dan pembebanan biaya bahan.
Transaksi biaya bahan terjadi pada saat bahan-bahan tersebut dibeli dan pemasok dan pada saat pemakaian bahan tersebut. Saat terjadinya pembelian bahan menunjukkan bahwa perusahaan telah mempunyai kesepakatan dengan pihak lain. Namun realisasi pembelian baru akan terwujud pada saat barang-barang yang dibeli -telah tiba dan diterima di bagian gudang.
Pemakaian bahan terjadi pada saat bahan baku ataupun bahan pembantu diserahkan, dari bagian gudang kepada bagian produksi. Transaksi ini bersifat intern, oleh karenanya transaksi ini hanya pemindahan asset dan bagian yang satu kepada bagian yang lain. Meskipun transaksi ini hanya sekedar memindahkan barang dari gudang ke bagian produksi tetapi mempunyai makna yang cukup berarti sebagai pengakuan berapa kos bahan-bahan dalam ikut membentuk terwujudnya sesuatu produk. Komponen kos bahan terdiri dari:
a. kos pembelian bahan,
b. biaya pengangkutan bahan sampai ke gudang, dan
c. biaya assuransi bahan-bahan.
Bahan untuk memproduksi suatu produk terdiri dari bahan baku dan bahan pembantu. Bahan yang masuk kategori bahan baku, adalah bahan utama yang secara langsung ikut membentuk produk. Bahan tersebut secara langsung terlekat pada produk dan merupakan komponen yang terbesar. Bahan baku adalah bahan yang diubah dalam proses produksi untuk membentuk suatu produk. Pada umumnya bahan baku suatu produk terdiri dari satu macam bahan saja, tetapi dapat pula terdiri dari beberapa macam bahan baku. Bahan pembantu adalah, bahan-bahan yang digunakan untuk membantu terbentuknya suatu produk. Bahan ini merupakan bagian kecil dari suatu produk, namun mempunyai peranan dalam membentuk suatu produk. Pada umumnya bahan pembantu suatu produk terdiri dari beberapa macam.
Tujuan pengendalian biaya bahan,
1. Bahan-bahan hams dilindungi terhadap kemungkinan-kemungkinan pencurian ataupun resiko kehilangan. 2. Agar bahan-bahan yang dibeli dalam jumlah yang tepat dan digunakan untuk kepentingan produksi sesuai dengan waktu yang direncanakan.
3. Agar dana yang digunakan untuk membiayai pembelian bahan dapat dihemat untuk tujuan lain yang lebih bermanfaat.
4. Agar resiko terhadap munculnya barang cacat maupun kadaluwarsa dapat . dihindarkan.
5. Agar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menangani persediaan dapat dihemat.
Tujuan pengendalian barang di gudang,
1. Agar barang-barang di gudang siap apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
2. Menghindarkan resiko cacat/rusak.
3. Memberikan perlindungan terhadap resiko kecurian dan menjaga berfungsinya bahan sesuai dengan mutu yang diharapkan.
Contoh pencatatan transaksi yang terkait dengan biaya bahan, saat Pembelian (dicatat oleh bagian akuntansi finansial),
Kos bahan (sesuai faktur) Rp 10.000
Biaya angkut masuk 2.000
Biaya assuransi 1.200
Total kos bahan Rp 13.200
Digunakan dalam proses produksi Rp 8.700
Jurnal pencatatannya adalah sbb:
Persediaan bahan baku Rp 13.200
Utang Dagang Rp. 10.000
Kas Rp. 3.200
Saat Pemakaian bahan (dicatat oleh bagian akuntansi biaya)
Produk dalam proses - BB Rp 8.700
Persediaan bahan baku Rp 8.700
Pengendalian pemakaian bahan, Harus memperhatikan kwalitas bahan-bahan yang ada sehingga apabila terdapat bahan-bahan yang tidak memenuhi standard dapat segera mengembalikannya kepada suplier. Pengembalian ini akan dicatat dalam jurnal pengembalian bahan. Dengan demikian bahan-bahan yang dipakai sesuai dengan mutu yang dikehendaki.
Masalah penting yang terkait dalam pengadaan bahan adalah:
1. Prosedur Pembelian bahan dan pencatatan persediaan. Masalah ini dibahas dalam mata kuliah Sistem Akuntansi.
2. Penentuan kos dan penilaiannya. Masalah ini dibahas dalam mata kuliah Akuntansi Keuangan.
b. Pencatatan dan pembebanan biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja, adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah pada karyawan perusahaan. Pencatatan biaya tenaga kerja melalui dua tahapan penting yang terdiri dari:
1. Tahapan pengumpulan data gaji, perhitungan pendapatan, perhitungan pajak yang harus dibayarkan oleh karyawan serta berapa besamya penghasilan bersih yang diterima karyawan. Jurnal transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
Biaya Tenaga Kerja Rp 22.500
Pajak penghasilan karyawan Rp 2.500
Hutang gaji dan upah karyawan Rp 25.000
2. Tahapan kedua merupakan proses distribusi dan alokasi biaya tenaga kerja kepada masing-masing job, departemen dan lain-lain klasifikasi.
Jurnal transaksi kedua ini dicatat sebagai berikut:
PDP-biaya tenaga kerja langsung Rp 15.000
Biaya overhead pabrik 7.500
Biaya tenaga kerja Rp 22.500
Biaya tenaga kerja dalam suatu perusahaan dapat digolongkan menjadi beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
1. Biaya Produksi (terdiri dari biaya TK Langsung dan biaya TK tak langsung). Termasuk dalam kategori biaya produksi adalah semua upah buruh dan insentif dalam rangka memproduksi suatu produk.
2. Biaya Komersial (terdiri dan Gaji direksi dan gaji karyawan kantor). Termasuk dalam kategori biaya komersial adalah semua pembayaran gaji yang dibayarkan kepada para pegawai (tetap/tidak tetap) guna mempertahankan eksistensi operasional perusahaan.
Macam-macam pembayaran gaji dan upah yang masuk dalam kategori biaya tenaga kerja adalah: gaji karyawan, upah buruh, insentiplembur dan insentip prestasi kerja, bonus Produksi, dan tunjangan kesehatan. Komponen pembayaran jasa kepada karyawan/buruh yang tidak termasuk dalam kategori biaya tenaga kerja adalah: jasa produksi, tantiem, dan tunjangan hari raya.
Klasifikasi biaya tenaga kerja dalam proses produksi antara lain: (a) biaya tenaga kerja langsung, adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja dalam rangka memproduksi produk yang secara langsung membentuk produk dalam suatu perusahaan dan biaya tenaga kerja langsung yang terjadi di departemen produksi. Biaya tenaga kerja tak langsung, adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja dalam rang,ka memproduksi produk yang secara tidak langsung ikut membentuk produk dalam suatu perusahaan. Biaya tenaga kerja tak langsung terjadi di departemen pernbantu (service departement).
Masalah yang timbul dalam pembayaran biaya tenaga kerja, adalah kewajiban membayar PPH 21 dan asuransi social. Masalah ini dipecahkan dengan 3 cara sebagai berikut:
1. Pajak PPH 21 menjadi beban masing-masing karyawan.
2. Pajak menjadi beban perusahaan.
3. Pajak ditanggung bersama, karyawan (buruh) dan perusahaan. Contoh kasus,
Seorang buruh memperoleh penghasilan sebesar Rp 200.000 per bulan. Mempunyai seorang isteri dan dua orang anak. Penentuan PPH 21 untuk buruh tersebut adalah sebagai berikut:
Besarnya penghasilan per bulan
Pendapatan tidak kena pajak Rp. 200.000
buruh sebagai kepala keluarga 120.000
1 orang isteri 60.000
2 orang anak @ Rp 60.000 120.000
total penghasilan tidak kena pajak Rp 300.000
Pendapatan tidak kena Pajak (100.000)
Jadi buruh tersebut tidak dapat dikenai PPH 21.
Apabila buruh tersebut belum berkeluarga (bujangan) besamya pendapatan tidak kena pajak sebesar Rp 120.000. Dengan demikian pendapatan kena pajak buruh tersebut Rp 80.000. Berarti PPH 21 yang hams dikenakan kepada buruh tersebut sebesar 15% X Rp 80.000 sebesar Rp 12.000. Perlakuan akuntansi terhadap pajak berdasarkan kebijaksanaan managemen sebagaimana diutarakan dalam alinea di atas.
1. Pencatatan PPH 21 bila dikenakan kepada karyawan,
a. Saat Pengakuan biaya tenaga kerja,
Biaya tenaga kerja Rp 200.000
Utang PPH 21 Rp 12.000
Utang gaji/ upah 188.000
b. Saat Pembebanan kepada produk,
Produk dalam Proses - BTK Rp 200.000
Biaya tenaga kerja Rp 200.000
2. Pencatatan PPH 21 bila dikenakan kepada karyawan clan perusahaan,
a. Saat Pengakuan biaya tenaga kerja,
Biaya tenaga kerja Rp 194.000
Biaya overhead pabrik 6.000
Utang 21 Rp 12.000
Utang gaji/ upah 188.000
b. Saat Pembebanan kepada produk,
Produk dalam proses - BTK Rp 194.000
Biaya tenaga kerja Rp 194.000
3. Pencatatan PPH 21 bila dikenakan kepada perusahaan saja,
a. Saat Pengakuan biaya tenaga kerja,
Biaya Tenaga kerja Rp 188.000
Biaya overhead pabrik 12.000
Utang PPH 21 Rp 12.000
Utang gaji/ upah 188.000
b. Saat Pembebanan kepada produk,
Produk dalam Proses - BTK Rp 188.000
Biaya tenaga kerja Rp 188.000
Masalah lain yang perlu diperhatikan dalam pengendalian biaya tenaga kerja, adalah prosedur penggajian dan pengupahan yang meliputi,
1. Pencatatan kehadiran karyawan.
2. Pencatatan waktu kerja.
3. Penghitungan upah dan insentip.
4. Pembayaran upah dan insentip.
5. Pencatatan biaya tenaga kerja. Hal-hal tersebut, dibahas dalam mata kuliah Sistem Akuntansi.
c. Pencatatan dan pengakuan biaya overhead. Pencatatan biaya overhead pabrik terdiri dari dua kelompok. Pengelompokan ini dilakukan mengingat jenis biaya overhead sangat banyak. Apabila ditinjau dari saat terjadinya maka biaya overhead dapat ditinjau dari biaya overhead tunai dan biaya overhead yang dibebankan untuk berbagai periode yang menikmati. Di samping itu apabila ditinjau dari tingkah laku terjadinya biaya dapat ditinjau dari dua aspek yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Pemisahan biaya tersebut dimaksudkan untuk memudalikan dalam analisis pengambil¬an keputusan. Pencatatan biaya overhead pabrik adalah sebagai berikut:
Pengakuan terhadap biaya overhead.
Biaya overhead pabrik Rp 20.000
Biaya tenaga kerja tak langsung Rp 5.000
Akumulasi peralatan pabrik Rp 3.500
Biaya assuransi kebakaran Rp 4.000
Macam-macam biaya yang lainnya Rp 7.500
Pembebanan biaya overhead pabrikke produk hams memperhatikan apakah perusahaan memakai rekening biaya overhead pabrik dibebankan. Rekening semacam ini digunakan untuk menampung pembebanan biaya overhead yang terjadi dalam satu periode kepada rekening Produk dalam proses - BOP. Pencatatan dilakukan dengan taksiran biaya overhead pabrik, dengan demikian pembebanan BOP tidak perlu menunggu perhitungan BOP yang sesungguhnya terjadi. Dengan cara tersebut dapat dipastikan akan diperoleh selisih antara BOP yang ditaksirkan dengan BOP yang sesungguhnya. Selisih tersebut di akhir periode akan disesuaikan dengan terlebih dahulu dianalisis apakah terjadi over/ under applied BOP.
Pembebanan BOP ke rekening Produk dalam Proses:
PDP - BOP Rp 19.000
BOP - dibebankan Rp 19.000
Selanjutnya rekening BOP-dibebankan pada saldo kredit, harus dipertemukan dengan rekening BOP-sesungguhnya pada saldo debit. Adapun jumalnya adalah sebagai berikut:
BOP - dibebankan Rp 19.000
BOP - sesungguhnya Rp 19.000
Dengan pencatatan tersebut di atas maka akan terlihat bahwa dalam rekening BOP sesungguhnya akan terdapat selisih sebesar Rp 1.000. Perbedaan ini disebut under applied overhead pabrik. Selanjutnya selisih tersebut akan dibebankan kembali ke rekening-rekening Kos barang terjual/HPP, rekening persediaan produk selesai dan persediaan produk dalam proses akhir.
E. TARIP BIAYA OVERHEAD DAN PEMISAHAN BIAYA SEMI VARIABEL
Biaya overhead pabrik adalah semua biaya-biaya produksi selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya ini terdiri dari biaya bahan tak langsung, biaya tenaga kerja tak langsung dan semua biaya-biaya yang tidak dapat secara langsung dibebankan kepada produk ataupun job. Item biaya overhead pabrik sangat banyak, sehingga apabila ditinjau dari perilaku biaya, dapat disusun klasifikasi sebagai biaya tetap dan biaya variabel. Meskipun pada dasarnya terdapat biaya semi variabel yang mengandung kriterium sebagai biaya variabel maupun tetap. Namun untuk memudahkan perhitungan biaya dan pengendalian biaya, maka klasifikasi biaya semi variabel tersebut dipecah lagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Pemisahan biaya ini sebenarnya mengandung kelemahan, mengingat tidak ada metode yang dianggap tepat dalam pemisahan biaya semi variabel tersebut.
Beberapa teknik pemisahan biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel, antara lain: (1) teknik grafis, (2) matematical high low point, (3) teknik analisis kuadrat terkecil (least square), dan (4) teknik analisis korelasi/regresi.
1. Teknik gratis.
Dalam teknik ini hubungan antar biaya dengan volume produksi digambarkan dalam sebuah diagram. Di antara berbagai titik tersebut ditarik garis lurus sampai memotong sumbu tegak. Garis ini menunjukkan komponen biaya variabel. Dari perpotongan sumbu tegak dengan garis tersebut ditarik garis lurus sejajar dengan sumbu datar, garis ini menunjukkan komponen biaya variabel. Gambar di halaman 18 berikut ini menjelaskan uraian tersebut di atas.
Dari gambar tersebut dapat diketahui berapa besamya biaya tetap dan berapa besamya biayavariabel. Variabilitas biaya diperlihatkan oleh garis miring yang sebetulnyamerupakan fungsi dari produk yang dihasilkan. Sedangkan biaya tetap digambarkan dengan garis mendatar sejajar dengan kuantitas produk.
2. Mathematical high low point.
Teknik ini menggunakan dasar aktivitas tertinggi dan terendah sebagai dasar analisis semivariabel. Besamya biaya variabel dihitung dengan membagi selisih biaya semi variabel tertinggi dan terendah dibagi dengan selisih aktivitas tertinggi dan terendah.
Perhatikan contoh berikut ini:
Dalam tahun anggaran 1986 aktivitas tertinggi perusahaan susu Mamiek menunjuk¬kan waktu kerja sebanyak 6.840 jam dengan biaya Rp 2.776.000. Sedangkan aktivitas terendahnya terjadi di bulan Maret menunjukkan waktu kerja 2.736 jam dengan biaya sebesar Rp 1.750.000. Berdasarkan data tersebut dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Tarip variabel = Rp 1.026.000,- : 4.104 jam = Rp 250,-/jam.
Selanjutnya setelah besarnya biaya variabel per unit dapat diketahui, dapat dihitung besarnya biaya tetap sebagai berikut:
3. Teknik kuadrat terkecil. Teknik ini hubungan antara biaya dengan volume produksi sebagai hubungan persamaan linear. Persamaannya adalah:
Y=a+bX
Y = menunjukkan besamya biaya variabel pada volume X
a = menunjukkan komponen biaya tetap, dan
b = menunjukkan arah garis (slope) sebagai komponen biaya variabel.
Telah disebutkan di muka, bahwa untuk mempermudah perhitungan digunakan tarip yang ditetapkan di muka. Tarip yang digunakan hams berdasar pada alasan yang rasional, agar tarip tersebut dapat digunakan secara tepat baik untuk penentukan kos maupun untuk kepentingan pengendalian biaya. Tarip biaya overhead pabrik, ditentukan atas dasar:
1. unit produksi.
2. biaya bahan yang digunakan.
3. biaya tenaga kerja.
4. jam tenaga kerja langsung.
5. jam mesin.
Sebagai akibat penggunaan tarip biaya overhead pabrik tersebut, maka pada akhir periode akan terdapat selisih dalam rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya (actual) dengan tarip yang telah ditentukan di muka. Selisih tersebut (baik under ataupun over applied) harus dianalisis untuk mengetahui apa yang menjadi penyebabnya.
Sebagai contoh:
Anggaran biaya overhead pabrik pada perusahaan Nickiesusu, terdiri dari biaya tetap Rp 125.000 dan biaya variabel Rp 300.000. Tarip biaya overhead pabrik atas dasar jam kerja sebesar 200.000 jam kerja. Jadi tarip per jam kerja adalah Rp 1,50. Tarip untuk biaya overhead tetap Rp 0,625 dan untuk biaya overhead variabel sebesar Rp 0,875.
Pada akhir periode diketahui besamya biaya overhead pabrik sesungguhnya adalah Rp 292.000 sehingga terdapat selisih sebesar Rp 7.000 (under applied). Pada periode tersebut jam kerja sesungguhnya sebesar 190.000 jam. Selisih tersebut dianalisis dengan analisis dua selisih sebagai berikut:
Selisih pengeluaran:
Biaya overhead sesungguhnya Rp 292.000
Anggaran s/d kapasitas yang digunakan:
Biaya tetap dianggarkan Rp 125.000
Biaya overhead (190 X Rp 0,875) 166.250
Selisih pengeluaran (rugi) Rp 291.250
Rp 750
Selisih Kapasitas:
Anggaran s/d kapasitas yang digunakan Rp 291.250
Biaya overhead pabrik yang dibebankan ke
produk (rekening PDP-BOP) 285.000
Selisih kapasitas (rugi) Rp 6.250
Terhadap selisih pengeluaran dapat dirinci lebih jauh, komponen biaya apa saja yang mengalami penyimpangan. Dengan demikian manager dapat mengetahui pada elemen apa saja dia harus melakukan tindakan koreksi/perbaikan.
Demikian halnya dalam selisih kapasitas, manajemen dapat mengetahui sampai seberapa jauh tingkat efektivitas pekerjaan pada departemen produksi. Dari data di atas dapat diketahui terdapat kapasitas jam kerja yang masih belum digunakan sebanyak 10.000 jam kerja. Besarnya kapasitas menganggur ini sebesar 5%, dihitung dengan cara sebagai berikut:
10.000 jam X 0,625) : Rp 125.000 x 100 % = 5 %
Pejabat yang bertanggungjawab terhadap adanyakapasitas yang menganggur tersebut adalah orang yang secara langsung menangani proses produksi. Namun, hal ini perlu diteliti lebih lanjut penyebab kesenjangan antara kapasitas produksi dengan kemampuan pasar menyerap produk yang dihasilkan perusahaan. Terhadap selisih yang terjadi, pada setiap akhir periode harus dibebankan kembali ke rekening Kos Produksi atau langsung ke income summary, dengan jurnal sebagai berikut:
Persediaan produksi jadi Rp 7.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya. Rp 7.000
atau:
Income summary Rp 7.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 7.000
Terhadap tarip biaya overhead, sangat dimungkinkan di kelak kemudian hari tarip biaya overhead pabrik menjadi tidak tepat. Dalam artian tarip yang ditetapkan di masa lalu tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai alat pengukuran. Hal ini harus dikoreksi kembali. Dengart demikian tarip biaya overhead pabrik harus ditetapkan kembali dengan dasar pengalaman di masa yang lalu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar